Senin, 19 Oktober 2015

Review Pertemuan Jingga by Arumi E.




Penulis : Arumi E
Editor : Donna Widjajanto
Tata letak isi : Fajarianto
Foto sampul : Shutterstock
Desain sampul : Suprianto
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 2014
Tebal : 250 halaman
ISBN : 978-602-03-1194-4


Perempuan pencinta bangunan dan laki-laki pencinta tumbuhan
Bertemu kala matahari berubah jingga menawan
Di Bukit Merah tempat cabai disemai
Tersimpan misteri yang mengusik damai

Bukit Merah. Begitulah mereka menyebut area pertanian cabai di Megamendug ini. Anthea, arsitek junior yang bekerja di kantor konsultan desain, tiba-tiba harus menjadi pengawas lapangan pertanian—tugas yang bertolak belakang dengan keahliannya. Awalnya ia meremehkan tempat yang jauh dari keramaian kota dan memaksanya bekerja dengan orang-orang desa itu. Namun kala misteri dan masalah peling datang silih berganti, Anthea tahu tugasnya tak bisa dianggap enteng.

Beruntung ia tah harus berjuang sendirian. Bastian si pencinta tumbuhan, sosok menawan yang sering mengajaknya berdebat, selalu menemukan jalan untuk menjadi dewa penyelamat. Sanggupkah mereka mengatasi segala masalah yang mengusik kedamaian Bukit Merah? Dan tatkala secercah cinta tumbuh di antaa keduanya, mana yang harus dikalahkan—gengsi atau masa depan?

-------Pertemuan Jingga-------

Sulit menjadi Anthea Padmarini, seorang arsitek junior yang harus menerima kenyataan bahwa ia harus menghentikan impiannya menjadi seorang arsitek handal karena Pak Mahendra atasannya memberikan tawaran untuknya menjadi seorang pengawas di sebuah laha pertanian cabai di Megamendung. Tidak hanya sebatas pegawai biasa, ia akan menjadi seorang pemimpin di sana, tapi dengan konsekuensi ia harus mengubur impiannya menjadi arsitek yang profesional.

Ditemani oleh Niken, teman sekantornya yang juga dipindahrugaskan ke Megamendung Anthea berpikir semuanya akan bisa ia atasi dengan baik. Tapi tidak semudah yang ada dipikirannya, selain cuaca di sana yang sangat dingin, banyak hal-hal yang menguji kesabaran mereka untuk bertahan disana. Pekerja yang malas, kegagalan dalam proses penanaman tunas cabai, adanya hantu, harimau jadi-jadian dan beberapa misteri lainnya. Anthe beruntung, selain ada Pak Dadang, Pak Ujang, Yayah, ia juga ditemani bahkan dilindungi oleh Bastian Kawindra, seorang insinyur petanian yang sangat mencintai tumbuhan itu. Lelaki yang diam-diam menyimpan perasaan pada Anthea. Akankah perasaan terpendam itu akhirnya mampu untuk diutarakan oleh Tian? Mungkinkah Anthea juga merasakan hal yang sama? Apakah Anthea bisa bertahan untuk tinggal di Megamendung, melupakan impiannya menjadi arsitek handal?

****

Buku pertama dari Arumi E yang kubaca, dan berhasil membuatku jatuh cinta pada hasil karyaya ini. Cerita yang mengungkap perjalanan hidup seorang arsitek yang bekerja menjadi pengawas pertanian cabai. Tidak hanya membahas akan peliknya masalah yang akan ia hadapi, tapi juga akan dibumbui dengan scene romantis yang sebenarnya tertuju pada tokoh utama, namun sayang karena ia yang terlanjur terbakar emosi akan takdirnya yang melenceng dari impiannya itu membuat ia tidak mengubris adanya tanda-tanda seseorang yang mencintai dan mengagumiya secara diam-diam. Cara penyampian Bastian untuk membuat Anthea sadar akan perasaannya terlhat begitu sederhana namun sangat romantis. 

Konflik dan misteri yang dimunculkan menambah keseruan cerita ini. Masih adanya orang-orang yang percaya akan cerita-cerita mistis meskipun nyataya itu hanyalah mitos membuat kita sadar, tak selamanya kita harus mudah begitu saja percaya dengan cerita masyarakat desa akan kisah tempat tinggal mereka tanpa kita selidiki kebenarannya, menguak hal yang sebenarnya tersimpan manis dibalik misteri tersebut.tapi, kita boleh tidak percaya begitu saja, asal jangan terlalu yakin tanpa adanya bukti. Mungkin itu akan membuat masyarakat sekitar akan tersinggung, seolah membei pernyataan bahwa desa mereka penuh akan kebohongan belaka.

“Jangan bicara sembarangan. Tak perlu ada pesan terakhir karena selalu ada kesempatan bagi kita untuk bertemu lagi suatu saat nanti.”

Keberanian Anthea, sang tokoh utama patut diacugkan jempol. Ia yang tidak bisa begitu saja percaya akan hal-hal yang misterius berani mengungkap kebenaran. Dan Bastian yang lembut, penuh perhatian dan selalu ada disetiap orang membutuhkan, terutama Anthea adalah pasangan yang sangat cocok. Meskipun sulit menemukan part romantis antara mereka, tapi dengan munculnya percakapan saat mereka berdebat itu cukup menarik.

Walau terdapat beberapa typo di halaman-halaman terakhir; diantaranya kata ‘hornat seharusnya hormat’ dan ‘kkawatir harusya khawatir’, itu tidak bisa diartikan sebagai buku ini tidak bagus. Covernya yang lucu, dan cukup menarik perhatian jika dipandang dengan seksama, huruf J di kata Jingga itu diwakilkan dengan sebuah cabai, sangat mewakilkan ide cerita dengan setting di pertanian cabai yang di sebut Bukit Merah di Megamendung. Fontnya juga pas di mata, tidak membuat sakit. Ketebalan buku juga sesuai dengan setiap bab-nya, dimana ceritanya tidak mengalami kekurangan ide atau bahkan pemaksaan ide cerita yang dibuat-buat agar buku terlihat tebal.

Semuanya komplit! Keren, menarik, menggemaskan, menegangkan, menguras air mata, mempesona dan segala hal yang membuatmu akan menyukai jalan ceita buku ini. Cocok untuk semua kalangan, remaja, dewasa, orangtua, kalau anak-anak kurasa harus dibimbing orangtua.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar